+62 274 623896

Home » Diskusi Anak Muda » Tantangan Cuaca Kemarau di Yogyakarta

Tantangan Cuaca Kemarau di Yogyakarta

Ditulis oleh: Chantal Maharani Major (Kelas 8)

Musim Kemarau di Yogyakarta mengalami peningkatan suhunya. Suhu Yogyakarta yang biasanya rata-rata sekitar 30 derajat Celcius, dalam beberapa tahun terakhir panasnya menjadi lebih ekstrem, dengan suhu yang mencapai 35 derajat Celcius dan bahkan lebih tinggi pada hari-hari tertentu. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Perubahan Iklim: Pemanasan global menyebabkan suhu rata-rata bumi meningkat, dan hal ini juga berdampak di Yogyakarta.
  • Urbanisasi: Kota Yogyakarta berkembang pesat, dan hal ini menyebabkan peningkatan infrastruktur yang memerangkap panas, seperti aspal dan beton.
  • Deforestasi: Hutan di sekitar Jogja ditebangi untuk pembangunan, sehingga mengurangi jumlah naungan dan vegetasi yang dapat membantu mendinginkan Yogyakarta.

Apakah pembakaran sampah yang banyak terjadi akhir-akhir ini di Yogyakarta penyebab langsung panasnya kota Yogyakarta? Bukan, namun banyaknya pembakaran sampah bisa berkontribusi terhadap polusi udara yang membuat udara panas semakin parah. Polusi udara juga dapat memerangkap panas di atmosfer sehingga membuat kota terasa semakin panas.

Seperti disebutkan diatas bahwa tingginya suhu di Yogyakarta yang tidak normal merupakan pertanda terjadinya perubahan iklim, dan memberikan sejumlah dampak negatif bagi Yogyakarta, antara lain:

  • Meningkatnya ketidaknyamanan: Cuaca panas menyulitkan masyarakat untuk tinggal dan bekerja di Jogja.
  • Meningkatnya masalah kesehatan: Panas menyebabkan penyakit berhubungan dengan panas, seperti serangan panas dan kelelahan akibat panas.
  • Meningkatnya konsumsi energi: Masyarakat semakin banyak menggunakan AC dan peralatan intensif energi lainnya agar tetap terasa sejuk.
  • Kerusakan infrakstruktur: Panas merusak infrakstruktur, seperti jalan raya dan rel kereta api.

Untuk membantu memantau parameter meteorologi, termasuk kenaikan suku udara, Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta menggunakan sebuah alat bernama Automatic Weather Station (AWS). AWS merupakan stasiun cuaca otomatis yang didesain untuk mengukur dan mencatat data parameter-parameter meteorologi (radiasi matahari, arah dan kecepatan angin, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, curah hujan) secara otomatis dan terintegrasi untuk mempermudah pengamatan data oleh BMKG Pusat.

Solusi untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang bisa dilakukan yaitu seperti penanaman pohon (reboisasi), pengurangan emisi (kandungan gas yang dibuang ke udara) gas rumah kaca, beralih ke sumber energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, dan mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil. Solusi-solusi tersebut bisa dilakukan, namun cukup menantang. Tetapi kita dapat memulai dari hal-hal kecil seperti melakukan 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle), mengurangi pemakaian plastik, pembungkus styrofoam, dsb.

Untuk menghindari dampak negative pada diri kita pada saat suhu panas yang ekstrim, kita dapat melakukan beberapa penyesuaian yang dapat kita lakukan sehari-hari, yaitu harus tetap terhidrasi dengan minum yang banyak, menghindarkan aktivitas berat selama cuaca terpanas yang berada di siang hari, dan menggunakan pakaian yang longgar agar lebih nyaman. Penting juga untuk memastikan bahwa semua rumah dan tempat usaha juga memiliki isolasi yang baik untuk mencegahkan masuknya panas udara tersebut.

Perubahan iklim yang tejadi di Yogyakarta merupakan bagian kecil dari permasalahan serius perubahan iklim di Indonesia, yang menimbulkan sejumlah dampak negatif yang dirasakan oleh penduduk Indonesia, antara lain:

  • Peristiwa cuaca yang lebih ekstrem: Indonesia mengalami lebih banyak peristiwa cuaca ekstrem, seperti gelombang panas, kekeringan, dan banjir.
  • Naiknya permukaan air laut: naiknya permukaan air laut, hal ini mengancam masyarakat pesisir di Indonesia.
  • Berkurangnya hasil panen: panas merusak tanaman, sehigga dapat menyebabkan kekurangan pangan.
  • Meningkatnya kekeringan: panas mengeringkan sungai dan danau, yang dapat menyebabkan kekurangan air.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa penyebab utama cuaca panas di Yogyakarta yang ekstrim akhir-akhir ini adalah dikarenakan adanya perubahan iklim global. Perubahan iklim ini juga dirasakan oleh penduduk Indonesia. Banyak dampak yang dirasakan dengan adanya perubahan iklim ini termasuk meningkatnya ketidaknyamanan, meningkatnya masalah Kesehatan, meningkatnya konsumsi energi serta kerusakan infrakstruktur. Sedangkan solusi yang bisa dilakukan penanaman pohon (reboisasi), pengurangan emisi gas rumah kaca, beralih ke sumber energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, dan mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil. Solusi ini tidak mudah, tetapi kita dapat memulai dari hal-hal kecil seperti melakukan 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle), mengurangi pemakaian plastik, pembungkus styrofoam, dsb.

Sumber:
Wawancara dengan Bp. Ari W. Adipratomo, Penasihat Kebijakan dan Program Rendah Karbon, dari British Embassy di Jakarta
Alat Pengamatan BMKG https://staklimyogyakarta.com/alat-pengamatan-bmkg/

Ilustrasi gelombang panas (Freepik)

Comments are closed.