+62 274 623896

Home » Proyek » Assessment Mengenai Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas di Sektor Swasta

Assessment Mengenai Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas di Sektor Swasta

Kosultan: Ima Susilowati & Indana Laazulva
CIRCLE Indonesia, didukung oleh Social Protection Prograame, GIZ

 

Ringkasan Eksekutif

 

Studi ini bertujuan untuk (1) Menyajikan studi kasus dari perusahaan swasta yang telah mempekerjakan jumlah penyandang disabilitas lebih dari ketentuan Undang-undang sebesar 1% dari keseluruhan karyawan, (2) Mengidentifikasi perusahaan sektor swasta untuk mendukung kebijakan tenaga kerja yang lebih baik bagi penyandang disabilitas, (3) Mengidentifikasi permintaan sumber daya manusia utama dari perusahaan swasta untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja formal bagi penyandang disabilitas, (4) Mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang mendorong dan atau menghambat perusahaan untuk mempekerjakan penyandang disabilitas, (5) Menarik pembelajaran dari studi ini untuk menjadi basis penyusunan rekomendasi mengenai pelatihan vokasional dan akademik. Studi ini dilakukan pada 8 perusahaan (2 di Yogyakarta, 1 di Sidoarjo, 1 di Surabaya, 3 di Jakarta dan 1 di Bogor), yang mempekerjakan penyandang disabilitas dengan jumlah yang signifikan (mendekati atau lebih dari 1% dari jumlah karyawan). Kedelapan perusahaan ini adalah: CV. Sogan Jaya Abadi  (Yogyakarta), PT. Adi Satria Abadi (Yogyakarta), PT. Indosiar Visual Mandiri (Jakarta), PT. Magenta Mediatama (Jakarta), PT. Omega Plastik (Sidoarjo), PT. Rajawali Mulia Perkasa (Bogor), PT. Wangta Agung (Surabaya), Hotel Shangri-La Hotel (Jakarta). Rentang prosentase karyawan penyandang disabilitas pada kedelapan perusahaan tersebut adalah 1,3% sampai 37%, dengan berbagai jenis disabilitas. Pengumpulan data dilakukan antara 18-26 Juni 2014 dengan metode wawancara mendalam dan observasi.

Permintaan dari perusahaan mengenai kualifikasi tenaga kerja sebetulnya sangat beragam, tergantung pada posisi dan karakter pekerjaan. Posisi-posisi non operasional atau manajerial dalam  perusahaan membutuhkan kualifikasi pendidikan akademis yang memadai, sedangkan posisi-posisi operasional lebih banyak membutuhkan pendidikan vokasional. Penyandang disabilitas memiliki serapan yang tinggi untuk mengisi posisi-posisi operasional dalam perusahaan; akan tetapi serapan untuk posisi manajerial masih sangat kecil. Diatas kualifikasi teknis tersebut, sekarang ini kalangan perusahaan lebih mengutamakan sikap positif (mandiri, jujur, motivasi kerja yang tinggi, tidak rendah diri, kemauan berinisiatif, kemauan belajar serta membantu orang lain, dll) dan kemampuan berkomunikasi, dari pada pengalaman kerja dan pendidikan.

Ada beberapa faktor yang mendorong perusahaan mempekerjakan penyandang disabilitas, baik yang sifatnya praktis maupun strategis. Faktor praktis adalah faktor-faktor yang tidak ada hubungannya dengan struktur (sosial, budaya, dll), sedangkan faktor strategis adalah faktor yang terkait dengan struktur sosial yang membuat penyandang disabilitas tersisih. Hampir semua perusahaan dalam studi ini mengungkapkan bahwa pada awalnya perekrutan penyandang disabilitas ini didorong oleh faktor yang sifatnya praktis, ‘tanpa disengaja’ seperti kekurangan tenaga kerja dan ‘coba-coba’. Mereka tidak mengetahui tentang aturan-aturan yang melandasi pentingnya mempekerjakan penyandang disabilitas. Setelah melihat kinerja penyandang disabilitas yang magang di perusahaan mereka, perusahaan-perusahaan ini baru ‘terbuka matanya’ bahwa penyandang disabilitas memiliki kinerja yang tidak kalah dibanding dengan mereka yang bukan penyandang disabilitas; dalam banyak kasus produktivitas mereka bahkan melampaui yang bukan penyandang disabilitas. Fakta tersebut kemudian mendorong perusahaan untuk terus mempekerjakan mereka dan menambah jumlah karyawan penyandang disabilitas di posisi-posisi yang sesuai dengan jenis penyandang disabilitas tertentu.

Dari 8 perusahaan ini, hanya satu perusahaan (bertaraf internasional) yang merekrut penyandang disabilitas atas dasar faktor strategis, yaitu kesadaran bahwa penyandang disabailitas harus mendapatkan akses yang sama dalam memperoleh lapangan kerja supaya mereka tidak tersisih. Perusahaan melihat bahwa mempekerjakan penyandang disabilitas merupakan bentuk tanggung jawab dan kepedulian  perusahaan kepada penyandang disabilitas karena perusahaan  percaya bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan yang sama. Kesadaran ini tertuang dalam kebijakan, sistem dan operasionalisasi yang mengatur tentang dipekerjakannya penyandang disabilitas. Kebijakan dan upaya sistematis ini tidak dijumpai dalam perusahaan-perusahaan yang tidak bertaraf internasional dalam studi ini.

Ada beberapa hambatan yang dihadapi oleh perusahaan dalam hal mempekerjakan penyandang disabilitas. Pertama, beberapa perusahaan mengatakan bahwa pada awalnya mereka tidak memiliki informasi yang cukup mengenai darimana dan bagaimana mereka bisa merekrut tenaga kerja penyandang disabilitas,  khususnya yang sudah memiliki ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Ini disebabkan karena tidak adanya koneksitas antara perusahaan, pemerintah dan penyedia tenaga kerja penyandang disabilitas sehingga membuat perusahaan sebagai pengguna tenaga kerja tidak bisa mengakses informasi ketersediaan tenaga kerja penyandang disabilitas  terampil siap pakai.

Dari sisi internal perusahaan, perusahaan dituntut untuk melakukan harmonisasi antara bagian satu dengan bagian lain dalam perusahaan. Masih ada presepsi yang salah dari bagian tertentu dalam perusahaan yang tidak bersedia penyandang disabilitas ada didalam bagiannya. Mereka masih berpikir bahwa keberadaan penyandang disabilitas dianggap  sebagai beban perusahaan sebab mereka meragukan kinerjanya karena keterbatasan mobilitas. Perusahaan dituntut untuk melakukan harmonisasi antara bagian satu dengan bagian lain dalam perusahaan untuk mengurangi kesalahahan persepsi ini.

Penyediaan fasilitas dan peralatan kerja bagi penyandang disabilitas juga menjadi tantangan tersendiri. Tidak semua perusahaan bisa menyediakan fasilitas khusus (misalnya toilet khusus, ram, dll.) bagi penyandang disabilitas yang mereka pekerjakan. Untuk jenis penyandang disabilitas tertentu seperti tuna daksa yang memakai kursi roda, dalam beberapa kasus akhirnya tidak bisa terekrut karena tidak adanya aksesibilitas bagi mereka di tempat kerja.

Jenis disabilitas tertentu seperti tuna rungu dan wicara menciptakan tantangan bagi perusahaan dalam hal komunikasi baik dalam komunikasi antar sesama karyawan maupun dalam pemberian instruksi kerja. Perusahaan butuh waktu panjang untuk menemukan pola komunikasi yang pas dengan mereka dengan berbagai cara komunikasi.

Rekomendasi studi ini difokuskan pada program-program vokasional dan akademik untuk meningkatkan partisipasi Penyandang Disabilitas di pasar tenaga kerja. Dalam jangka pendek, yang diperlukan sekarang adalah menambah dan memperluas jangkauan lembaga-lembaga pelatihan ketrampilan khusus bagi penyandang disabilitas agar dapat segera terserap oleh pasar kerja. Kurangnya institusi pelatihan vokasional baik dalam jumlah maupun cakupan penyebarannya, membuat jumlah tenaga kerja penyandang disabilitas yang siap terjun ke dunia kerja sangat kurang. Perlu pula menambah jumlah bursa kerja (job fair) untuk menjembatani komunikasi antara penyandang disabilitas, komunitas penyandang disabilitas, lembaga-lembaga pelatihan vokasional dan perusahaan sebagai pengguna jasa.

Selain itu, beberapa perusahaan mengeluhkan kurikulum pendidikan vokasional yang masih kurang sesuai dengan apa yang dibutuhkan perusahaan. Untuk itu perusahaan perlu dilibatkan dalam menyiapkan jenis ketrampilan dan peralatan kerja yang harus dikuasai penyandang disabilitas agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Disamping itu, perusahaan juga menganggap penyandang disabilitas juga perlu mendapat penguatan mental dan motivasi sebelum mereka terjun di dunia kerja. Dalam jangka panjang, pemerintah perlu segera menerapkan dan mendorong pendidikan formal yang inklusif pada semua tingkatan sehingga mudah diakses oleh siswa  penyandang  disabilitas. Dengan semakin banyaknya penyandang disabilitas yang memperoleh pendidikan formal yang relatif tinggi, maka sumberdaya penyandang disabilitas akan siap  pula mengisi posisi atau jabatan yang lebih tinggi di perusahaan-perusahaan.
IMG_7221

IMG_7224

Comments are closed.